Untukmu yang mungkin sekarang
telah bahagia bersama dia,
Hai! Apa kabarmu? Aku berharap
kamu selalu baik-baik saja disana. Entah kenapa hati ini merasa sepi saat tidak
ada kamu yang menemaniku chatting.
Berawal dari pertemuan malam
itu..
Saat itu kamu datang tanpa
sengaja, hadir dan memberikanku undangan. Setelah aku menerimanya, aku pun
langsung berpaling dari arahmu. Namun saat aku sudah berpaling, kamu
memanggilku lagi, seakan-akan ada hal yang belum kamu bicarakan saat itu.
Ternyata kamu meminta nomer hpku dengan tujuan untuk bertanya kepastian kehadiranku
di undangan yang kamu bawa.
2 hari sebelum hari di acara
itu, kamu mulai chat..
Kamu menanyakan apakah aku bisa
datang atau tidak. Aku pun memberikan jawaban di 1 hari sebelum acaramu berlangsung,
bahwa aku tidak bisa menghadiri acara itu karena ada acara lain yang lebih
penting dan harus aku datangi saat itu.. dan kamu pun bilang tidak apa. Padahal,
di satu sisi aku mengharapkan bisa hadir dalam acara itu, tapi di sisi yang
lain aku tidak bisa meninggalkan acaraku yang mendesak... ya, mungkin lain
waktu.
Beberapa hari berlalu..
Aku kira sudah tidak ada yang
perlu dibicarakan karena antara aku dan kamu memang sebelumnya tak saling kenal,
karena berbeda kampus. Namun entah mengapa kamu tiba-tiba chat lagi dengan suasana yang berbeda. Suasana yang membuatku
menanti-nanti apa yang ingin kamu bahas dalam chat itu. Seakan-akan kau memberikanku warna lain setelah tidak ada
lagi warna dalam hatiku, yang aku kira tidak ada lagi yang bisa selain dia..
dia yang pernah singgah di hati, walau untuk sementara.
Aku mulai membuka hati ini..
Sampai di suatu hari, aku mulai
penasaran tentang organisasi yang kamu ikuti. Menurutku, itu adalah hal yang
sangat menarik untuk diperbincangkan, karena suatu saat aku ingin juga
mengikutinya. Ketika aku bertanya lebih tentang organisasimu itu, kamu pun
bilang ke aku kalau hal itu tak bisa di bahas lewat chat, karena lebih baik dibicarakan saat kita bertemu.
Hari saat aku bertemu denganmu
lagi..
Aku mengajak temanku, dan kamu
mengajak temanmu. Lalu kami membahas tentang organisasi yang sebelumnya dibahas
melalui chat yang kemudian dibahas
lewat diskusi sederhana dan di tempat nongkrong sederhana. Setelah berdiskusi
lama, menurutku itu memang organisasi yang menarik untuk diikuti. Namun di lain
sisi, ada banyak waktu yang harus bisa dikorbankan dalam organisasi itu dan kembali
lagi ke cara pintar kita untuk bisa memanajemen waktu dengan semaksimal
mungkin. Entah mengapa, namun temanmu yang justru membuatku tertarik. Jantungku
berdetak tiada henti saat aku mendengarkan temanmu bicara, dan saat sepatu
temanmu menyentuh sepatuku. Aku seakan-akan tak ingin melepaskan sentuhan kaki
itu. Sampai temanmu melihat ke meja bagian bawah dan aku pun mulai melepaskan
sentuhan itu dengan gayaku yang pura-pura tidak tahu. Hahaha.. bahkan aku masih
saja mengingat hal aneh ini. Jujur saja, sejak saat itu aku menyukai seseorang
laki-laki bukan berdasarkan ketampanannya, melainkan melalu cara dia berpikir
dan cara dia berbicara.
Eeeit.. bukannya aku menyukaimu?
kenapa aku malah menyukai temanmu?
Hah.. perasaanku memang sangat
aneh. Dari situ aku mulai berpikir, mengapa Tuhan mempertemukan aku, kamu, dan dia.
Aku pun mulai berharap..
Aku kira hubungan ini
bisa memberikanku warna yang lebih banyak di hari yang akan ku lewati nanti.
Namun seiring berjalannya waktu, aku telah salah berharap. Aku mengetahui bahwa
hatimu ternyata bukan untukku, karena hatimu sudah dimiliki oleh orang lain.
Kamu bersikap baik karena itu memang tugasmu. Aku baru menyadarinya. Sejak saat
dimana aku mulai mengetahui hal itu, mungkin lebih baik untuk menjauh, daripada mendekat
namun hanya membuatku sakit. (Natasha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar